Selasa, 30 Agustus 2016



PRERIODISASI SASTRA INDONESIA

A.  Sastra Klasik Melayu
1.    Pengertian
Satra Klasik, sastra lama atau sastra tradisional, adalah karya sastra yang tercipta berkembang sebelum masuk unsur-unsur modernisme ke dalam sastra itu. dalam ukuran waktu, sastra klasik (Nusantara) dibatasi sebagai sastra yang berkembang sebelum tahun 1920-an, yakni rentang waktu sebelum lahirnya sastra Angkatan Balai Pustaka. Ragam bahasa yang digunakan dalam karya sastra Melayu klasik belum banyak dipengaruhi bahasa asing (Eropa). Bahasa Melayu merupakan media pengantar yang paling dominan.
2.    Ciri-ciri Sastra Melayu Klasik
Dalam perbandingannya dengan sastra Indonesia modern, sastra klasik Melayu memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
No
Sastra Klasik
Sastra Modern
1
Pusisi berbentuk terikat dan kaku.
Puisi bersifat bebas, baik bentuk maupun isinya.
2
Prosa lama satis (sesuai dengan keadaan masyarakat lama yang mengalami perubahan yang sangat lambat).
Prosa baru dinamis (senantiasa berubah sesaui dengan perkembangan masyarakat).
3
Kraton sentries (cerita berksiah kerajaan, istana, keluarga raja, bersifat feudal)
Masyarakat sentries (cerita mengambil bahan dari kehidpan masyarakat sehari-hari).
4
Prosa hampir seluruhnya berbentuk hikayat, tambo atau dongeng. Pembaca dibawa kea lam khayal dan fantasi.
Bentuknya roman, novel, cerpen, drama.
5
Kemudian dipergaruhi oleh kesustraan Hidu dan Arab.
Berlandas pada dunia yang nyata, berdasarkan kenyataan dan kebenaran.
6
Cerita sering bersifat anonym.
Terutama dipengaruhi oleh kesusastraan barat.
7

Diketahui siapa pengarangnya karena dinyatakan dengan jelas.

3.    Jenis-Jenis Sastra Klasik Melayu
Akan mengalami kesulitan apabila sastra klasik harus dikalsifikasikan berdasarkan waktu (periodisasi). Karya sastra klasik itu tidak mencantuumkan waktu penciptaannya. Pada waktu itu karya sastra dianggap milik bersama. Oleh sebab itu, pengklasifikasian yang bisa dilakukan adalah berdasarkan bentuk, berdasarkan isi cerita, dan kasifikasi berdasarkan unsur asing yang berpengaruh di dalamnya.
a.   Berdasarkan bentuk
Berdasarkan bentuknya sastra klasik Melayu dpat dikelompokkan ke dalam dua jenis, yakni: sastra klasik yang berupa puisi dan sastra klasik yang berupa prosa. Sastra klasik yang termasuk ke dalam bentuk puisi adalah mantra, pantun, gurindam, syair, dan sejenisnya. Yang termasuk ke dalam prosa umumnya berbentuk hikayat. Ada pula yang berupa mite, fabel, parable, dan legenda.
b.   Berdasarkan isinya
J. J. de Holander membagi karya sastra klasik ke dalam enam jenis, yakni:
1.    Karya ilmu tahuid dan ilmu hhukum islam.
2.    Legenda yang bernafaskan keislaman,
3.    Mitos,
4.    Karya-karya bersejarah dan kisah perjalanan,
5.    Karya filsafat dan budi pekerti, dan
6.    Kitab undang-undang.
Roolvink membagiknya ke dalam lima kategori, yakni, cerita-cerita Alquran, cerita Nabi Muhammad, cerita sahabat Nabi Muhammad, cerita pahlawan Islam, dan sastra kitab.
Sementara itu, Edward Djamaris membagi sastra klasik itu ke dalam enam jenis, yakni: kisah tentang para nabi, hikayat tentang Nabi Muhammad beserta keluarganya, hikayat pahlawan-pahlawan Islam, cerita tentang ejaran dan kepercyaan Islam, cerita fiktif, dan cerita mistik atau tasawuf.
c.    Berdarkan pengaruh asing
Berdasarkan klasifikasi adanya unsur pengaruh budaya (luar), sastra (Melayu) klasik dapat dibedakan ke dalam empat golongan. Pertama, hasil sastra Melayu asli, yakni sastra yang tidak atau belum banyak menerima pengaruh asing khususnya dari Hidu dan Islam. Kedua, sastra pengaruh Hindu. Ketiga, sastra pengaruh Islam, keempat, sastra pengaruh Jawa.
4.    Hikayat
a.   Pengertian
sastra klasik Melayu umumnya berupa hikayat. Secara etimologis, istilah “hikayat” berasal dari bahasa Arab, yakni haka, yang berarti menceritakan atau bercerita. Hikayat kemudian diartikan sebagai karya yang berupa cerita dengan tokoh-tokoh ataupun peristiwanya yang memiliki hubungan dengna peristiwa sejarah.
b.   Klasifikasi Hikayat
Hikayat terbagi ke dalam beberapa macam, yakni sebagai berikut:
1.   Erita rakyat, seperti Hikayat si Miskin dan Hikayat Malin Dewa,
2.   Epos dari India, seperti Hikayat Sri Rama,
3.   Dongeng-dongeng dari Jawa, seperti Hikayat Pandawa Lima dan Hkayat Panji Semirang,
4.   Cerita-cerita Islam, seperti Hikayat Nabi Bercukur dan Hikayat Raja Khaiban,
5.   Sejarah dan biografi, misalnya Hikayat Raja-raja Pasai dan Hikayat Abdullah,
6.   Cerita berbingkai, misalnya Hikayat Bakhtiar dan Hikayat Maharaja Ali.

c.    Unsur-unsur Hikayat
Secara garis besar hikayat mengandung unsur-unsur berikut:
1.   Unsur dalam hikayat jenis rekaan
a.  Istana dan kehidupannya menduduki peranan yang sangat penting dalam struktur penceritaan.
b.   Tujuan utama penceritaan adalah untuk menghibur, membawa para pembaca kea lam impian yang serba indah dan megah,
c. Tokoh-tokoh utamanya selalu mendapat kemenangan dan kebahagiaan (happy ending), yang kadang-kadang serba tidak terduga.
d.   Menekankan segi pentingnya ajaran moral, yang dalam hal ini digambarkan oleh pola di bawah ini:
1.   Kearifan mengalahkan kelicikan,
2.   Kesederhanaan mengalahkan keserakahan,
3.   Keadilan mengalahkan kezaliman, dan keberanian mengalahkan kepengecutan.
e.  Pola cerita selalu bersifat settereotif, antara lain, peperangan antarkerajaan, keajaiban dan kekuatan goib, serta percintaan antara tokoh istana.
2.   Unsur dalam hikayat jenis sejarah
a. Penyebutkan nama-nama tempat yang memang ada dalam peta geografis sesungguhnya. Yang disebutkan umumnya tempat-tempat yang memiliki citra agung dan nama besar, seperti Mekah, Madinah, Majapahit, negeri Cina, dan sebagainya.
b.  Yang diceritakan adalah tokoh-tokoh kerajaan, yang kemudian dikait-kaitkan dengan tokoh-tokoh lainnya yang punya nama besar seperti, Nabi Muhammad, Ali bin Abi Thalib, Nabi Adam, Iskandar Zulkarnain, Gajah Mada, Sultan Mansur Syah, dan sebagainya,
c.  Kandugan cerita umumnya berupa silsilah suatu dinasti. Hal ini terutama sangat tampak dalam Sejarah Melayu, Hikayat Raja-raja Pasai, Hikayat Banjar, Silsilah Kutai, dan sebagainya,
d.   Dipenuhi oleh unsur cerita-cerita fiktif.
3.   Unsur dalam hikayat jenis biografi
a.    Berlatar belakang sejarah atau peristiwa-peristiwa yang pernah terjadi.
b.   Penceritaan berpusatpada kelebihan dari tokoh yang diceritakan, misalnya dalam hal kegagalannya, moralitasnya, ilmunya, dan sebagainya,
c.    Tidak lepas dari unsur-unsur fiktif.
5.    Sastra Rakyat
a.   Pengertian
Salah satu bentuk sastra yang tidak bisa dileatkan ketika berbicara tentanng sastra klasik adalah sastra rakyat atau folklore. Adapun yang dimaksud dengan sastra rakyat adalah sastra yang disampaikan secara turun-temurun, sesuatu yang telah menradisi.

b.   Ciri-ciri sastra rakyat
James Danandjaya (1972) merumuskan ciri-ciri sastra rakyat sebagai berikut:
1.   Penyebaran dilakuka secara lisan,
2.   Bersifat tradisional,
3.   Memiliki banyak versi dan variasi,
4.   Nama pencipta bersifat anonym, dan
5.   Mempunyai bentuk-bentuk klise dalam susunan atau cara pengungkapannya.
c.    Bentuk-bentuk sastra rakyat
1.   Mantra
Mantra adalah puisi yang diresapi oleh kepercayaan akan dunia gaib. Irama bahasa sangat penting untuk menciptakan nuansa magis. Mantra timbul dari kepercayaan animisme.
Pada setiap berbagai maksud orang-orang dulu membujuk roh-roh dengan mantra-mantra. Misalnya, pada waktu berburu rusa. Mereka mengucapkan mantra terlebih dahulu agar buruannya itu mudah ditangkap. Berikut petikan mantranya.
Contoh:
Sirih lontar pinag lontar
Terletak di atas penjuru
Hantu buta, jembalang buta
Aku mengangkatkan jembalang rusa.
2.   Pantun
Pantun merupakan puisi yang memiliki ciri-ciri berikut:
a.    Terdiri atas empat baris,
b.   Tiap baris terdiri atas 8 sampai 12 suku kata,
c.    Dua baris pertama disebut sampiran dan dua baris berikutnya disebut isi pantun,
d.   Mementink ma ahir dengna (abab) bunyi akhir baris pertama sama dengan bunyi akhir baris ketiga dan baris kedua sama dengan baris keempat.
Contoh:
Sikap sonohong
Gelana ikan duri
Bercakap bohong
Lama lama mencuri
Gunung daik timang-ti angan
Tempat kera berulang kali
Budi yang baik kenang-kenangan
Budi yang jahat buang sekali
3.   Pantun berkait
Pantun berkait disebut juga pantun berantai atau seloka. Pangtun berkait adalah pantun yang terdiri atas beberapa baik, dan bait yang satu dengan bait yang lainnya sambung menyambung. Baris kedua dan keempat dari bait pertama dipakai kembali pada baris pertama dari ketiga pada bait kedua. Demikianlah pula hubungan antara bait kedua dan ketiga, ketiga dan keempat, dan seterusnya.
Contoh:
Sarang ganda di pohon beringin
Buah kemuning di dalam puan
Sepucuk surat dilayangkan angin
Putih kuning sambutlah Tuan
Buah kemuning di dalam puan
Dibawa dari Indragiri
Putih kuning sambutlah Tuan
Sambutlah denga si tangan kiri
Dibawa dari Indragiri
Kabu-kabu dalam perahu.
Sambutlah dengan si tangan kiri
Seorang makhluk janganlah dulu.
4.   Talibun
Talibun adalah pantun yang susunannya terdiri atas enam, delapan, atau sepuluh baris. Pembagian baitnya sama dengan pantun biasa, yakni terdiri atas sampiran dan isi. Jika talibun itu enam baris, maka tiga baris pertama merupakan sampiran dan tiga baris berikutnya merupakan isi.
Contoh:
Kalau anak pergi ke pecan
Yu beli belanak beli
Ikan panjang beli dahulu
Kalau anak pergi berjalan
Ibu cari sanak pun cari
Induk semang cari dahulu
5.   Pantun kilat
Pantun kilat atau karmina, ialah pantun yang terdiri atas dua baris: baris pertama merupakan sampiran dan baris kedua isinya.
Contoh:
Gendang gendut, tali kecapi
Kenyang perut, senanglah hati
Pinggan tak retak, nasi tak ingin
Tuan tak hendak, kami tak ingin
Sudah gaharu, dendana pula
Sudah tahu, bertanya pula
6.   Gurindam
Gurindam atau sejak peribahasa, merupakan puisi yang bercirikan sebagai berikut:
a.    Terdiri atas dua baris
b.   Rumus rima akhirnya (aa)
c.  Bisertam mrupk aan aris keduaberisi akibat dari yang disebutkan pada baris pertama
d.   Berisikan ajaran, budi pekerti, atau nasihat keagama
Gurindam yang terkenal ialah kumpulan gurindam karangan pujangga Melayu klasik Raja Ali Haji dengan namanya, “Gurindam Dua Belas”. Gurindam tersebut terdiri atas dua belas pasal dan berisi kurang lebih 64 buah gurindam.
Contoh:
Barang siapa meninggalkan zakat
Tiadalah artinya boleh berkat
Barang siap berbuat fitnah
Ibarat dirinya menentang panah
7.   Syair
Syair merupakan bentuk puisi klasik yang merupakan pengaruh kebuyanan Arab.
Ciri-ciri syair
a.    Terdiri atas empat baris,
b.   Tiap baris terdiri atas 8 sampai 10 suku kata,
c.    Tidak memiliki sampiran dan isi, semuanya merupakan isi,
d.   Berima akhir a – a – a – a
Contoh:
Diriku lemah anggotaku layu
Rasakan cinta bertalu-talu
Kalau begini datangnya selalu
Tentulah kekanda berpulang dahulu
8.   Fabel
Fabel atau cerita binatang adalah cerita yang tokoh-tokohnya berupa binatang dengan peran layaknya manusia. Binatang-binatang itu dapat bicara, makan, minum, berkeluarganya sebagaimana halnya manusia.
Fabel merupakan bentuk cerita rakyat yang sifatnya universal. Fabel tidak hanya dikenal di masyarakat Nusantara, melainkan hampir dikenal di seluruh dunia. Bila pelaku popular fabel pada masyarakat Melayu itu adalah kancil, maka di Jawa Barat adalah kera, di Eropa srigala, dan di Kamboja kelinci. Kancil sebagai tokoh utama fabel Melayu, antara lain dapat:
a.    Berperan sebagai hakim yang mengadili perkara, persengketaan di antara binatang lain;
b.   Berperan sebagai penipu yang licik dan jahat;
c.    Berperan sebagai binatang yang sombong;
d.  Berperan sebagai penguasa seluruh binatang dan menyebt dirinya sebagai Syah Alam di Rimba Raya

9.   Legenda
Legenda
 Disebut juga cerita tentang asal usul. Secara garis besar cerita asal usul, terbagi ke dalam tiga jenis, yakni:
a.   Cerita asal usul dunia tumbuh-tumbuhan, misalnya asal-usul gadung beracun, asal usul tanda jagung berlobang,
b.   Cerita asal usul dunia binatang, misalnya asal usul sapi bergelambir, asal usul kuda bertanduk,
c. Cerita asal usul terjadinya suatu tempat, misalnya asal usul Gunung Tangkubanperahu, asal usul Danau Toba.
B.  Sastra Modern Indonesia
Tonggak sastra modern Indonesia dimulai pada zaman’20-an. Berbeda dengan sebelumnya, karya sastra pada masa ini berdiri sebagai berikut:
1. Temannya tentang kehidupan masyarakat sehari-hari (masyarakat sentries), misalnya tentang adat, pekerjaan, dan persoalan rumah tangga.
2. Telah mendapat pengaruh dari kesusastraan barat. Hal ini tampak pada tema dan tokoh-tokohnya.
3.   Pengarangnya dinyatakan dengan jelas.
Sastra modern Indonesia terus berkembang seiring dengan perjalanan waktu dan dinamika kehidupan masyarakatnya. Dari rentang waktu mulai tahun ’20-an hingga sekarang, para ahli menggolongkannya ke dalam beberapa periode berikut ini.
1.   Angkatan ’20-an atau Angkatan Balai Pustaka
Karya sastra yang lahir pada periode 1920 – 1930-an sering disebut sebagai karya sastra Angkatan Dua Puluhan atau Angkatan Balai Pustaka. Disebut Angkatan Dua Puluh sebab novel yang pertama kali terbit adalah pada tahun 1920, yakni novel Azab dan Sengsara karya Merari Siregar.
Karya-karya yang lahir pada periode itu disebut pula Angkatan Balai Pustaka karena karya-karyanya banyak yang diterbitkan oleh penerbit Balai Pustaka. Peran Balai Pustaka dalam menghidupkan dan memajukan perkembangan sastra Indonesia memang sangat besar. Penerbitan pertamanya Azab dan Sengsara dan kemudian berpuluhann-puluh novel lain diterbitkan pula termasuk buku-buku sastra daerah.
Selain disebut Angkatan Balai Pustaka, Anggaran ’20 disebut pula Angkatan Siti Nurbaya karena novel yang paling laris dan digemari masyarakat pada masa itu adalah novel Siti Nurbaya karangan Marah Rusli.
2.   Angkatan ’30-an atau Angkatan Pujangga Baru
Istilah Angkatan Pujangga Baru untuk karya-karya yang lahir sekitar ’30 – ’40-an, diambil dari majalah sastra yang terbit pada tahun 1933. Majalah itu bernama Pujangga Baroe. Majalah ini dipimpin oleh Sultan Takdir Alisyahbana. Amir Hamzah, Sanusi Pane, serta Armijn Pane.
Angkatan Pujangga BAru disebut juga Angkatan Tiga Puluh sebab angkatan ini lahir pada tahun ’30-an. Karya sastra yang lahir pada angkatan ini berbeda dengan karya sastra angkatan sebelumnya. Karya-karya pada periode ini mulai tradisi sebagai tema sentralnya. Hal macam itu timbul karena para pengarang khususnya sudah memiliki pandangan yang jauh lebih maju dan sudah mengenal budaya-budaya yang lebih modern. Di samping itu, semangat nasionalisme mereka sudah semakin tinggi, sehingga isu-isu yang diangkat dalam karya mereka tidak lagi kental dengan warna kedaerahan.
3.   Angkatan ‘45
Angkatan ’45 disebut juga sebagai Angkatan Chairil Anwar karena perjuangan Chairil Anwar sangat besar dalam melahirkan angkatan ’45. Angkatan ’45 disebut juga Angkatan kemerdekaan sebab dilahirkan saat Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya.
Karya-karya yang lahir pada masa Angkatan ’45 sangat berbeda dengan karya sastra masa sebelumnya:
Ciri-ciri Angkatan ‘45
a.    Bebas,
b.   Individualistis,
c.    Universalitas, dan
d.   Realistik.
4.   Angkatan ‘66
Nama angkatan ’66 dicetuskan H. B. Jasssin melalui bukunya yang berjudul Angkatan ’66. Angkatan ini lahir bersamaan dengan kondisi politik Indonesia yang tengah mengalami kekacauan akibat terror dan merajalelanya paham komunis. PKI hendak menggantikan kekuasaan negara dan ideology Pancasila dengan ideology komunis. Oleh karena itu, karya sastra yang lahir pada periode ini lebih banyak yang berwarna protes terhadap keadaan sosial dan politik pemerintahh pada masa itu.