PRERIODISASI
SASTRA INDONESIA
A. Sastra Klasik Melayu
1.
Pengertian
Satra
Klasik, sastra lama atau sastra tradisional,
adalah karya sastra yang tercipta berkembang sebelum masuk unsur-unsur
modernisme ke dalam sastra itu. dalam ukuran waktu, sastra klasik (Nusantara)
dibatasi sebagai sastra yang berkembang sebelum tahun 1920-an, yakni rentang
waktu sebelum lahirnya sastra Angkatan Balai Pustaka. Ragam bahasa yang
digunakan dalam karya sastra Melayu klasik belum banyak dipengaruhi bahasa
asing (Eropa). Bahasa Melayu merupakan media pengantar yang paling dominan.
2.
Ciri-ciri
Sastra Melayu Klasik
Dalam perbandingannya
dengan sastra Indonesia modern, sastra klasik Melayu memiliki ciri-ciri sebagai
berikut:
No
|
Sastra Klasik
|
Sastra Modern
|
1
|
Pusisi
berbentuk terikat dan kaku.
|
Puisi bersifat
bebas, baik bentuk maupun isinya.
|
2
|
Prosa lama
satis (sesuai dengan keadaan masyarakat lama yang mengalami perubahan yang
sangat lambat).
|
Prosa baru
dinamis (senantiasa berubah sesaui dengan perkembangan masyarakat).
|
3
|
Kraton
sentries (cerita berksiah kerajaan, istana, keluarga raja, bersifat feudal)
|
Masyarakat
sentries (cerita mengambil bahan dari kehidpan masyarakat sehari-hari).
|
4
|
Prosa hampir
seluruhnya berbentuk hikayat, tambo atau dongeng. Pembaca dibawa kea lam khayal
dan fantasi.
|
Bentuknya
roman, novel, cerpen, drama.
|
5
|
Kemudian
dipergaruhi oleh kesustraan Hidu dan Arab.
|
Berlandas pada
dunia yang nyata, berdasarkan kenyataan dan kebenaran.
|
6
|
Cerita sering
bersifat anonym.
|
Terutama
dipengaruhi oleh kesusastraan barat.
|
7
|
|
Diketahui
siapa pengarangnya karena dinyatakan dengan jelas.
|
3.
Jenis-Jenis
Sastra Klasik Melayu
Akan mengalami
kesulitan apabila sastra klasik harus dikalsifikasikan berdasarkan waktu
(periodisasi). Karya sastra klasik itu tidak mencantuumkan waktu penciptaannya.
Pada waktu itu karya sastra dianggap milik bersama. Oleh sebab itu,
pengklasifikasian yang bisa dilakukan adalah berdasarkan bentuk, berdasarkan
isi cerita, dan kasifikasi berdasarkan unsur asing yang berpengaruh di
dalamnya.
a.
Berdasarkan
bentuk
Berdasarkan bentuknya
sastra klasik Melayu dpat dikelompokkan ke dalam dua jenis, yakni: sastra
klasik yang berupa puisi dan sastra klasik yang berupa prosa. Sastra klasik
yang termasuk ke dalam bentuk puisi adalah mantra, pantun, gurindam, syair, dan
sejenisnya. Yang termasuk ke dalam prosa umumnya berbentuk hikayat. Ada pula
yang berupa mite, fabel, parable, dan legenda.
b.
Berdasarkan
isinya
J.
J. de Holander membagi karya sastra klasik ke dalam enam jenis, yakni:
1.
Karya ilmu tahuid dan ilmu hhukum islam.
2.
Legenda yang bernafaskan keislaman,
3.
Mitos,
4.
Karya-karya bersejarah dan kisah
perjalanan,
5.
Karya filsafat dan budi pekerti, dan
6. Kitab
undang-undang.
Roolvink membagiknya ke
dalam lima kategori, yakni, cerita-cerita Alquran, cerita Nabi Muhammad, cerita
sahabat Nabi Muhammad, cerita pahlawan Islam, dan sastra kitab.
Sementara itu, Edward
Djamaris membagi sastra klasik itu ke dalam enam jenis, yakni: kisah tentang
para nabi, hikayat tentang Nabi Muhammad beserta keluarganya, hikayat
pahlawan-pahlawan Islam, cerita tentang ejaran dan kepercyaan Islam, cerita
fiktif, dan cerita mistik atau tasawuf.
c.
Berdarkan
pengaruh asing
Berdasarkan klasifikasi
adanya unsur pengaruh budaya (luar), sastra (Melayu) klasik dapat dibedakan ke
dalam empat golongan. Pertama, hasil sastra Melayu asli, yakni sastra yang
tidak atau belum banyak menerima pengaruh asing khususnya dari Hidu dan Islam.
Kedua, sastra pengaruh Hindu. Ketiga, sastra pengaruh Islam, keempat, sastra
pengaruh Jawa.
4.
Hikayat
a.
Pengertian
sastra klasik Melayu
umumnya berupa hikayat. Secara etimologis, istilah “hikayat” berasal dari
bahasa Arab, yakni haka, yang berarti menceritakan atau bercerita. Hikayat
kemudian diartikan sebagai karya yang berupa cerita dengan tokoh-tokoh ataupun
peristiwanya yang memiliki hubungan dengna peristiwa sejarah.
b.
Klasifikasi
Hikayat
Hikayat
terbagi ke dalam beberapa macam, yakni sebagai berikut:
1. Erita rakyat, seperti Hikayat si Miskin dan
Hikayat Malin Dewa,
2. Epos
dari India, seperti Hikayat Sri Rama,
3. Dongeng-dongeng
dari Jawa, seperti Hikayat Pandawa Lima dan Hkayat Panji Semirang,
4. Cerita-cerita
Islam, seperti Hikayat Nabi Bercukur dan Hikayat Raja Khaiban,
5. Sejarah
dan biografi, misalnya Hikayat Raja-raja Pasai dan Hikayat Abdullah,
6. Cerita
berbingkai, misalnya Hikayat Bakhtiar dan Hikayat Maharaja Ali.
c.
Unsur-unsur
Hikayat
Secara garis besar hikayat mengandung unsur-unsur
berikut:
1. Unsur
dalam hikayat jenis rekaan
a. Istana
dan kehidupannya menduduki peranan yang sangat penting dalam struktur
penceritaan.
b. Tujuan
utama penceritaan adalah untuk menghibur, membawa para pembaca kea lam impian
yang serba indah dan megah,
c. Tokoh-tokoh
utamanya selalu mendapat kemenangan dan kebahagiaan (happy ending), yang
kadang-kadang serba tidak terduga.
d. Menekankan
segi pentingnya ajaran moral, yang dalam hal ini digambarkan oleh pola di bawah
ini:
1. Kearifan
mengalahkan kelicikan,
2. Kesederhanaan
mengalahkan keserakahan,
3. Keadilan
mengalahkan kezaliman, dan keberanian mengalahkan kepengecutan.
e. Pola
cerita selalu bersifat settereotif, antara lain, peperangan antarkerajaan,
keajaiban dan kekuatan goib, serta percintaan antara tokoh istana.
2. Unsur
dalam hikayat jenis sejarah
a. Penyebutkan
nama-nama tempat yang memang ada dalam peta geografis sesungguhnya. Yang
disebutkan umumnya tempat-tempat yang memiliki citra agung dan nama besar,
seperti Mekah, Madinah, Majapahit, negeri Cina, dan sebagainya.
b. Yang
diceritakan adalah tokoh-tokoh kerajaan, yang kemudian dikait-kaitkan dengan
tokoh-tokoh lainnya yang punya nama besar seperti, Nabi Muhammad, Ali bin Abi
Thalib, Nabi Adam, Iskandar Zulkarnain, Gajah Mada, Sultan Mansur Syah, dan
sebagainya,
c. Kandugan
cerita umumnya berupa silsilah suatu dinasti. Hal ini terutama sangat tampak
dalam Sejarah Melayu, Hikayat Raja-raja Pasai, Hikayat Banjar, Silsilah Kutai,
dan sebagainya,
d. Dipenuhi
oleh unsur cerita-cerita fiktif.
3. Unsur
dalam hikayat jenis biografi
a. Berlatar
belakang sejarah atau peristiwa-peristiwa yang pernah terjadi.
b. Penceritaan
berpusatpada kelebihan dari tokoh yang diceritakan, misalnya dalam hal
kegagalannya, moralitasnya, ilmunya, dan sebagainya,
c. Tidak
lepas dari unsur-unsur fiktif.
5.
Sastra
Rakyat
a.
Pengertian
Salah satu bentuk sastra yang tidak bisa dileatkan
ketika berbicara tentanng sastra klasik adalah sastra rakyat atau folklore.
Adapun yang dimaksud dengan sastra rakyat adalah sastra yang disampaikan secara
turun-temurun, sesuatu yang telah menradisi.
b.
Ciri-ciri
sastra rakyat
James Danandjaya (1972) merumuskan ciri-ciri sastra
rakyat sebagai berikut:
1. Penyebaran
dilakuka secara lisan,
2. Bersifat
tradisional,
3. Memiliki
banyak versi dan variasi,
4. Nama
pencipta bersifat anonym, dan
5. Mempunyai
bentuk-bentuk klise dalam susunan atau cara pengungkapannya.
c.
Bentuk-bentuk
sastra rakyat
1.
Mantra
Mantra
adalah puisi yang diresapi oleh kepercayaan akan dunia gaib. Irama bahasa
sangat penting untuk menciptakan nuansa magis. Mantra timbul dari kepercayaan animisme.
Pada setiap berbagai maksud orang-orang dulu
membujuk roh-roh dengan mantra-mantra. Misalnya, pada waktu berburu rusa. Mereka
mengucapkan mantra terlebih dahulu agar buruannya itu mudah ditangkap. Berikut petikan
mantranya.
Contoh:
Sirih lontar pinag
lontar
Terletak di atas
penjuru
Hantu buta, jembalang
buta
Aku
mengangkatkan jembalang rusa.
2. Pantun
Pantun
merupakan puisi yang memiliki ciri-ciri berikut:
a. Terdiri
atas empat baris,
b. Tiap
baris terdiri atas 8 sampai 12 suku kata,
c. Dua
baris pertama disebut sampiran dan dua baris berikutnya disebut isi pantun,
d. Mementink ma ahir dengna (abab) bunyi akhir
baris pertama sama dengan bunyi akhir baris ketiga dan baris kedua sama dengan
baris keempat.
Contoh:
Sikap
sonohong
Gelana
ikan duri
Bercakap
bohong
Lama
lama mencuri
Gunung
daik timang-ti angan
Tempat
kera berulang kali
Budi
yang baik kenang-kenangan
Budi
yang jahat buang sekali
3. Pantun berkait
Pantun
berkait disebut juga pantun berantai atau seloka. Pangtun berkait adalah pantun
yang terdiri atas beberapa baik, dan bait yang satu dengan bait yang lainnya
sambung menyambung. Baris kedua dan keempat dari bait pertama dipakai kembali
pada baris pertama dari ketiga pada bait kedua. Demikianlah pula hubungan
antara bait kedua dan ketiga, ketiga dan keempat, dan seterusnya.
Contoh:
Sarang
ganda di pohon beringin
Buah
kemuning di dalam puan
Sepucuk
surat dilayangkan angin
Putih kuning sambutlah
Tuan
Buah
kemuning di dalam puan
Dibawa
dari Indragiri
Putih
kuning sambutlah Tuan
Sambutlah denga si
tangan kiri
Dibawa
dari Indragiri
Kabu-kabu
dalam perahu.
Sambutlah
dengan si tangan kiri
Seorang makhluk
janganlah dulu.
4. Talibun
Talibun
adalah pantun yang susunannya terdiri atas enam, delapan, atau sepuluh baris. Pembagian
baitnya sama dengan pantun biasa, yakni terdiri atas sampiran dan isi. Jika talibun
itu enam baris, maka tiga baris pertama merupakan sampiran dan tiga baris
berikutnya merupakan isi.
Contoh:
Kalau
anak pergi ke pecan
Yu
beli belanak beli
Ikan
panjang beli dahulu
Kalau
anak pergi berjalan
Ibu
cari sanak pun cari
Induk
semang cari dahulu
5. Pantun kilat
Pantun
kilat atau karmina, ialah pantun yang terdiri atas dua baris: baris pertama
merupakan sampiran dan baris kedua isinya.
Contoh:
Gendang
gendut, tali kecapi
Kenyang
perut, senanglah hati
Pinggan
tak retak, nasi tak ingin
Tuan
tak hendak, kami tak ingin
Sudah
gaharu, dendana pula
Sudah
tahu, bertanya pula
6. Gurindam
Gurindam
atau sejak peribahasa, merupakan puisi yang bercirikan sebagai berikut:
a. Terdiri
atas dua baris
b. Rumus
rima akhirnya (aa)
c. Bisertam
mrupk aan aris keduaberisi akibat dari yang disebutkan pada baris pertama
d. Berisikan
ajaran, budi pekerti, atau nasihat keagama
Gurindam yang terkenal
ialah kumpulan gurindam karangan pujangga Melayu klasik Raja Ali Haji dengan
namanya, “Gurindam Dua Belas”. Gurindam tersebut terdiri atas dua belas pasal
dan berisi kurang lebih 64 buah gurindam.
Contoh:
Barang
siapa meninggalkan zakat
Tiadalah
artinya boleh berkat
Barang
siap berbuat fitnah
Ibarat
dirinya menentang panah
7. Syair
Syair
merupakan bentuk puisi klasik yang merupakan pengaruh kebuyanan Arab.
Ciri-ciri
syair
a. Terdiri
atas empat baris,
b. Tiap
baris terdiri atas 8 sampai 10 suku kata,
c. Tidak
memiliki sampiran dan isi, semuanya merupakan isi,
d. Berima
akhir a – a – a – a
Contoh:
Diriku
lemah anggotaku layu
Rasakan
cinta bertalu-talu
Kalau
begini datangnya selalu
Tentulah
kekanda berpulang dahulu
8. Fabel
Fabel atau cerita
binatang adalah cerita yang tokoh-tokohnya berupa binatang dengan peran
layaknya manusia. Binatang-binatang itu dapat bicara, makan, minum,
berkeluarganya sebagaimana halnya manusia.
Fabel
merupakan bentuk cerita rakyat yang sifatnya universal. Fabel tidak hanya
dikenal di masyarakat Nusantara, melainkan hampir dikenal di seluruh dunia. Bila
pelaku popular fabel pada masyarakat Melayu itu adalah kancil, maka di Jawa Barat
adalah kera, di Eropa srigala, dan di Kamboja kelinci. Kancil sebagai tokoh
utama fabel Melayu, antara lain dapat:
a. Berperan
sebagai hakim yang mengadili perkara, persengketaan di antara binatang lain;
b. Berperan
sebagai penipu yang licik dan jahat;
c. Berperan
sebagai binatang yang sombong;
d. Berperan
sebagai penguasa seluruh binatang dan menyebt dirinya sebagai Syah Alam di
Rimba Raya
9. Legenda
Legenda
Disebut juga cerita tentang asal usul. Secara garis
besar cerita asal usul, terbagi ke dalam tiga jenis, yakni:
a. Cerita asal usul dunia tumbuh-tumbuhan,
misalnya asal-usul gadung beracun, asal usul tanda jagung berlobang,
b.
Cerita asal usul dunia binatang, misalnya
asal usul sapi bergelambir, asal usul kuda bertanduk,
c. Cerita
asal usul terjadinya suatu tempat, misalnya asal usul Gunung Tangkubanperahu,
asal usul Danau Toba.
B. Sastra Modern Indonesia
Tonggak sastra modern Indonesia dimulai pada zaman’20-an.
Berbeda dengan sebelumnya, karya sastra pada masa ini berdiri sebagai berikut:
1. Temannya
tentang kehidupan masyarakat sehari-hari (masyarakat sentries), misalnya
tentang adat, pekerjaan, dan persoalan rumah tangga.
2. Telah
mendapat pengaruh dari kesusastraan barat. Hal ini tampak pada tema dan
tokoh-tokohnya.
3. Pengarangnya
dinyatakan dengan jelas.
Sastra modern Indonesia
terus berkembang seiring dengan perjalanan waktu dan dinamika kehidupan
masyarakatnya. Dari rentang waktu mulai tahun ’20-an hingga sekarang, para ahli
menggolongkannya ke dalam beberapa periode berikut ini.
1. Angkatan ’20-an atau Angkatan Balai
Pustaka
Karya
sastra yang lahir pada periode 1920 – 1930-an sering disebut sebagai karya
sastra Angkatan Dua Puluhan atau Angkatan Balai Pustaka. Disebut Angkatan Dua
Puluh sebab novel yang pertama kali terbit adalah pada tahun 1920, yakni novel
Azab dan Sengsara karya Merari Siregar.
Karya-karya
yang lahir pada periode itu disebut pula Angkatan Balai Pustaka karena
karya-karyanya banyak yang diterbitkan oleh penerbit Balai Pustaka. Peran Balai
Pustaka dalam menghidupkan dan memajukan perkembangan sastra Indonesia memang
sangat besar. Penerbitan pertamanya Azab dan Sengsara dan kemudian
berpuluhann-puluh novel lain diterbitkan pula termasuk buku-buku sastra daerah.
Selain
disebut Angkatan Balai Pustaka, Anggaran ’20 disebut pula Angkatan Siti Nurbaya
karena novel yang paling laris dan digemari masyarakat pada masa itu adalah
novel Siti Nurbaya karangan Marah Rusli.
2. Angkatan ’30-an atau Angkatan
Pujangga Baru
Istilah
Angkatan Pujangga Baru untuk karya-karya yang lahir sekitar ’30 – ’40-an,
diambil dari majalah sastra yang terbit pada tahun 1933. Majalah itu bernama
Pujangga Baroe. Majalah ini dipimpin oleh Sultan Takdir Alisyahbana. Amir
Hamzah, Sanusi Pane, serta Armijn Pane.
Angkatan
Pujangga BAru disebut juga Angkatan Tiga Puluh sebab angkatan ini lahir pada
tahun ’30-an. Karya sastra yang lahir pada angkatan ini berbeda dengan karya
sastra angkatan sebelumnya. Karya-karya pada periode ini mulai tradisi sebagai
tema sentralnya. Hal macam itu timbul karena para pengarang khususnya sudah
memiliki pandangan yang jauh lebih maju dan sudah mengenal budaya-budaya yang
lebih modern. Di samping itu, semangat nasionalisme mereka sudah semakin
tinggi, sehingga isu-isu yang diangkat dalam karya mereka tidak lagi kental
dengan warna kedaerahan.
3. Angkatan ‘45
Angkatan ’45 disebut
juga sebagai Angkatan Chairil Anwar karena perjuangan Chairil Anwar sangat
besar dalam melahirkan angkatan ’45. Angkatan ’45 disebut juga Angkatan
kemerdekaan sebab dilahirkan saat Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya.
Karya-karya yang lahir
pada masa Angkatan ’45 sangat berbeda dengan karya sastra masa sebelumnya:
Ciri-ciri Angkatan ‘45
a. Bebas,
b. Individualistis,
c. Universalitas,
dan
d. Realistik.
4. Angkatan ‘66
Nama angkatan ’66 dicetuskan H. B. Jasssin melalui
bukunya yang berjudul Angkatan ’66. Angkatan ini lahir bersamaan dengan kondisi
politik Indonesia yang tengah mengalami kekacauan akibat terror dan
merajalelanya paham komunis. PKI hendak menggantikan kekuasaan negara dan ideology
Pancasila dengan ideology komunis. Oleh karena itu, karya sastra yang lahir
pada periode ini lebih banyak yang berwarna protes terhadap keadaan sosial dan
politik pemerintahh pada masa itu.